Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
MENYAPA DUNIA DENGAN DUNIA MAYA

Nov 4, 2007

Cerita Hikmah

Hijrah Menuju Kebaikan

“The Obvious of Story”

Kisah ini adalah perjalanan hidup temanku (maaf, penulis menghidden nama ini dengan alasan tertentu), dia berasal dari Kota Tanggerang, terlahir dari keluarga biasa dan tinggal disebuah daerah metropolis, tepatnya di sebuah perumahan (penuilis lupa nama perumahan tersebut) yang kurang menguntungkan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan. Kisah ini –menurutku– penuh kesan dan arti dibalik perjalanan hidupnya. Sederhana ceritanya, tapi ada beberapa hal yang membuatku tergugah, disamping cerita ini adalah kisah nyata, juga cerita ini memiliki kemiripin skenario yang pernah aku lalui dalam lembaran hidupku ini. Berikut ini kisahnya…

Aku (temanku maksudnya) yang tak pernah menoleh untuk pergi dari lembah kegelapan bergelut dalam kemaksiatan, wajah hitam buram karena seringnya tak terkena siraman air wudhu.

Aku merasa akan hidup seperti ini selamanya, menghabiskan waktu dengan bermain dan bersenda gurau, kulewati masa remaja ini dengan penuh catatan-catatan hitam. Tapi (menurutku saat itu) memang inilah jiwa seseorang yang sedang beranjak dewasa, selalu ingin mencari tahu dan mencoba hal baru (padahal hal baru tersebut belum tentu baik bagi manusia). Tapi amat disayangkan, aku tak mampu mengontrol diri, sehingga aku dengan mudah mengikuti arus kemaksiatan.

Aku sudah lulus dari SMP dan atas perintah orang tuaku, aku diminta untuk melanjutkan ke Pesantren. Apa… “Pesantren”, nama ini pernah aku dengar dari cerita-cerita orang saja, tapi tetap saja masih begitu asing ditelingaku ini. Aku sempat menolak bahkan sempat berkata kasar terhadap orang tuaku, “Pesantren… ‘ngapain hidup di Pesantren, udah ’ga zaman”, begitu jawabanku kepada orang tua. Apalagi, aku juga tak maupisah dengan teman-tamanku yang royal denganku ini. Tapi, sebagai anak… akhirnya sifat kerasku ini luluh juga.

Saat aku diterima di Pesantrean itu (Nama Pesantren tersebut adalah Attaqwa), Aku duduk di kelas satu Aliyah (setingkat dengan 1 SMA), di sebuah Pesantren yang lumayan jauh dari tempat tinggalku. Di Pesantren ini, aku menemukan sebuah komunitas baru yaitu kumpulan para “Santri”. Sebelum masuk Pesantren, aku tidak mengerti banyak tentang agama, karena sebelumnya aku disekolahkan dengan latar belakang umum dan sangat sedikit sekali materi pelajaran tentang keagamaan yang diajarkan disekolah itu. Belum lagi, pergaulanku dengan teman-teman yang kurang menjaga diri, berpakaian saja tidak mencerminkan akhlak, apalagi dalam bersosialisasi dengan masyarakat sudah jauh dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Aku mencoba untuk bisa beradaptasi dengan komunitas baru ini, awalnya sempat canggung dan bahkan batin ini ingin berontak, namun perlahan-lahan akupun mulai menyukai suasana baru ini.

Orang tuaku sangat faham dengan karakteristik yang ada dalam diriku, mereka tahu aku ini anak yang susah di atur dan jarang sekali mendengar nasehat dan perintahnya. Sekali lagi ini adalah faktor pergaulan, sehingga kepribadianku pun ikut terpengaruh dan hampir saja aku terjerumus kedalam pergaulan kotor.

Harapan orang tuaku agar aku hidup dengan nuansa akhlak mulia dan berbakti kepada orangtua. Apalagi, aku adalah anak tertua dari tiga bersaudara dan akulah harapan orang tuaku kelak yang akan mengemban tanggung jawab keluarga lebih besar dibanding adik-adikku. Lepas dari itu semua, aku merupakan contoh teladan buat adik-adikku.

Dua hal itulah yang sering terpikir dalam kepalaku. Sehingga akupun akhirnya harus belajar memahami kembali posisiku dikeluarga, semangat belajar dan memahami ilmu agama mulai muncul seiring berkembangnya usiaku di Pesantren, aku tidak ingin lagi mengingat masa laluku yang suram, aku harus berpikir dewasa demi masa depan keluarga.

Perjalanan hidupku masih panjang, tantangan dan cobaan adalah bagian dari perjuangan. Kusapu semua keraguan yang datang di sela-sela belajarku, karna aku tahu, aku lebih dibutuhkan untuk membangun keluarga sebagai anak yang paling dewasa. Pergaulan yang membuatku terpuruk dan yang semakin mengikat erat sudah lama kutinggalkan, disinilah cahaya Allah bermain menyinari di setiap langkahku, mengiringi perjuanganku melawan hawa nafsu yang terkadang mengelabuhi pandangan batinku.

Aku adalah aku, bukanlah seperti aku yang dulu yang mudah terbawa arus ketika tak tahu harus kemana langkah ini di tegakkan. Sekarang aku punya pendirian, masa depan adalah tujuan. Kembalikan masalah kepada Allah, berusaha, berdoa dan bersabar adalah kunci, belajar dari pengalaman itu yang terbaik.

Hikmah Cerita

1. Percayalah… seburuk apapun hidup kita, jangan pernah ada kata “Menyerah” dan akhirnya pasrah. Berusahalah meraih kebaikan tersebut, Innallaha Ma’aana “Sesungguhnya Allah selalu bersama kita”.

2. Ada sebagian masyarakat yang memiliki paradigma bahwa hidup di Pesantrean bagaikan di penjara, kuno, dah ‘ga zaman dan juga susah dapat pekerjaan ketika lulus nanti. Paradigma tersebut adalah “Salah Besar” , dari cerita diatas dan penulis pikir andapun akan sepakat. Jika Pondok Pesantren merupakan solusi tepat untuk pembinaan anak bangsa, khususnya yang beragama Islam.

3. Hormati orang tua, meskipun –terkadang– kita berbeda pendapat, bahkan ideologi. Tetap keharmonisan keluarga harus tetap ditumbuhkan, meskipun pendapat kita –barangkali– benar, terlebih lagi pendapat kita yang salah.

4. Lingkungan kondusif ternyata sangat memiliki efek yang kuat terhadap pembinaan karakter, bukan hanya di Pesantren saja, Pesantren hanyalah merupakan contoh kecil. Kitapun disini (baca; anggota IKPMA) dituntut untuk mencari lingkungan kondusif tersebut, seperti tinggal di rumah dengan teman-teman yang memiliki orientasi hidup yang jelas dan punya target, ataupun kita aktif di organisasi, semisal IKPMA, guna mengasah skill berfikir dan melatih kepekaan sosial.¤

2 comments:

Anonymous said...

assalamu'alaikum

weleh...aQ tertohok....jleb!!!
critanya aQ bgt sih???hiks...tp bedanya...sampe skr aQ g tw apa itu pondok pesantren,,kalo dirunut 3 generasi diatasQ pun,,kayanya g ada deh kluargaQ yg pernah mengecap pendidikan di pesantren....hiks...mengenaskan bukan...T_T
alhasil,,aQ cm tau ilmu umum,,ilmu agama...bisa dibilang nol besar...hiks....duh gusti...='(

SPIRIT MY LIVE said...

Allah itu emang selalu ada dihati kita dan selalu dekat dengan umatnya...
walaupun sebenarnya kita yang sering menjauhi Nya... bukan Dia...
walaupun terkadang,,, kita tidak tahu teguran yang Dia berikan dari setiap kejadian yang menimpa kita...